KAJIAN MONITORING PENGGUNA
FREKUENSI MARITIM
DI WILAYAH LAMPUNG
(budi.ramdhani@gmail.com staf Loka Monitor SFR Bandar Lampung)
Latar Belakang
Penyebab kecelakaan kapal penumpang dengan kapal tanker di
Selat Sunda, pada tanggal 26 September 2013, dinilai akibat buruknya sistem komunikasi
kelautan (SKK) GMDSS . Saat ini banyak
kapal Indonesia yang SKK-nya buruk. Tapi, tapi kita tidak tahu apakah
masalahnya ada pada SKK dari kapal Indonesia atau SKK dari kapal asing itu.
Yang jelas, kalau kedua SKK kapal itu berjalan normal, kecelakaan tersebut tak perlu terjadi
Mayoritas SKK milik kapal Indonesia memang buruk sehingga
kecelakaan justru sering terjadi di wilayah persilangan dan pelabuhan, bukan di
lautan. pemerintah dituntut memberikan perhatian terhadap SKK kapal Indonesia,
sebab kepadatan arus lalu lintas di perairan Indonesia sekarang semakin tinggi,
terutama di perairan Jawa, Malaka, Banda, dan Makassar.
SKK standar GMDSS memang mahal hingga sekitar 10% dari harga sebuah kapal, karena alatnya memang banyak mulai dari radar, radio amatir, EPIRB (emergency position indicator radio beacon), Inmarsat Transceiver, AIS (automatically indicator system), dan sebagainya..
Bahkan, pemerintah perlu memberlakukan persyaratan SKK yang sesuai standar GMDSS dan bila tidak kapal tidak boleh jalan. Musibah kecelakaan kapal yang membawa korban jiwa terjadi di perairan Selat Sunda, Kapal Motor Penumpang (KMP) Bahuga Jaya yang mengangkut 215 penumpang dan 78 unit berbagai jenis kendaraan tenggelam setelah bertabrakan dengan tanker MT Norgas Cathinka, tepatnya 4 mil dari Bakauheni, Lampung.
SKK standar GMDSS memang mahal hingga sekitar 10% dari harga sebuah kapal, karena alatnya memang banyak mulai dari radar, radio amatir, EPIRB (emergency position indicator radio beacon), Inmarsat Transceiver, AIS (automatically indicator system), dan sebagainya..
Bahkan, pemerintah perlu memberlakukan persyaratan SKK yang sesuai standar GMDSS dan bila tidak kapal tidak boleh jalan. Musibah kecelakaan kapal yang membawa korban jiwa terjadi di perairan Selat Sunda, Kapal Motor Penumpang (KMP) Bahuga Jaya yang mengangkut 215 penumpang dan 78 unit berbagai jenis kendaraan tenggelam setelah bertabrakan dengan tanker MT Norgas Cathinka, tepatnya 4 mil dari Bakauheni, Lampung.
Dasar Hukum
§
Undang-Undang No.36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
§
Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
§
PerMen Perhubungan No.8 Tahun 2005 Tentang Telekomunikasi Pelayaran
§
PerDirJen Postel No.266 Tahun 2995 Tentang Persyaratan Teknis Alat Dan
Perangkat Radio Maritim
Pendahuluan
Potensi pengguna SKK
dalam hal ini frekuensi maritim memiliki peran yang strategis, wilayah Lampung
dengan panjang garis pantai 1.105 km atau lebih dari 70% dari daerahnya
berbatasan dengan laut sehingga arus lalu lintas kapal di laut jawa, selat
sunda dan samudera Hindia telah menjadi area pemantauan dan pengawasan,
kemudian kedudukannya sebagai pintu gerbang arus penyeberangan kapal antara
pulau sumatera dan Jawa melalui
pelabuhan Bakauheuni serta terminal komoditi barang melalui pelabuhan Panjang.
Pelabuhan di Lampung
Terdapat 9 pelabuhan yang sifatnya open port baik skala kecil maupun
skala besar yang terdaftar di ditjen Hubla Kementerian Perhubungan, berikut
tabelnya:
DAFTAR PELABUHAN (OPEN PORT) DI PROVINSI LAMPUNG
|
|||
Ditjen Hubla Kementerian
Perhubungan Tahun 2012
|
|||
NO
|
NAMA PELABUHAN
|
KATEGORI
|
LOKASI
|
1
|
BAKAUHENI
|
BESAR
|
LAMPUNG SELATAN
|
2
|
KALIANDA
|
KECIL
|
LAMPUNG SELATAN
|
3
|
KOTA AGUNG
|
KECIL
|
TANGGAMUS
|
4
|
KRUI
|
KECIL
|
PESISIR BARAT
|
5
|
KUALA PENET
|
KECIL
|
LAMPUNG TIMUR
|
6
|
LABUHAN MARINGGAI
|
KECIL
|
LAMPUNG TIMUR
|
7
|
PANJANG
|
BESAR
|
BANDAR LAMPUNG
|
8
|
TELUK BETUNG
|
KECIL
|
BANDAR LAMPUNG
|
9
|
WAY SEPUTIH
|
KECIL
|
TULANG BAWANG
|
Pelabuhan Panjang
Pelabuhan
yang dikelola oleh PT. Pelindo II ini digunakan untuk mengangkut pertambangan
dan agribisnis, barang untuk ekspor, impor dan distribusi domestik.Dengan
terminal kontainer dilengkapi dengan dua container crane, lima transtainers,
loader dan super stacker, serta terminal curah, Pelabuhan Panjang siap untuk
melayani pengguna yang lebih baik
|
|
Main facilities
Location : Panjang, Bandar Lampung province Coordinates: 5° 28` 23" S, 105° 19` 03" E Land area: 105 Ha
Vessel
Service Facilities
Quay length : 1419 m Quay Width : 176.7 m2 Total Quay : 54.091 m2 Extensive Pool : 276.200 m2 Flow Depth: 8 -15 mLWS Pool Depth: 7 - 16 mLWS Holding Ship : 5 Units Pilot Ship : 3 Units
Cargo Service Facilities
Field Container: 75.000 m2 Field Stacking: 6,000 m2 Warehouse : 19.680 m2 |
Mechanical
tools
Container Crane : 3 Unit Transtainer : 5 Unit Diesel Forklift : 3 Unit Top Loader : 1 Unit Side Loader : 1 Unit Mobile Crane : 1 Unit Chassis : 15 Unit Head Truck : 13 Unit Rubber Tyre Gantry Crane : 5 Unit Gantry Jib Crane : 4 Unit
Address : Jl.Yos Sudarso No.334, Panjang,
Bandar Lampung
Phone : +62721-31149 |
Grafik dibawah merupakan trafik kapal yang bersandar
di Pelabuhan Panjang
(pengamatan
dilakukan
selama seminggu dari tgl 24 agustus 2014 s.d 3 september 2014)
Trafik di Pelabuhan Panjang didominasi oleh jenis kapal Kargo
dan kapal tanker, dengan intensitas
kedatangan 3 (tiga) kapal perhari.
Pelabuhan Bakauheni
Bakauheni adalah
sebuah pelabuhan penyeberangan yang dikelola oleh PT. ASDP Indonesia
Ferry yang terletak di Kecamatan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan.
Terletak di ujung selatan dari Jalan Raya Lintas Sumatera,
pelabuhan Bakauheni terdiri atas 6 (enam) dermaga.
Ratusan trip feri penyeberangan dengan
24 buah kapal feri dari beberapa operator berlayar mengarungi Selat
Sunda yang
menghubungkan Bakauheni dengan Merak di Provinsi Banten,
Pulau Jawa. Feri-feri penyeberangan ini terutama melayani jasa penyeberangan
angkutan darat seperti bus-bus penumpang antar kota antar provinsi, truk-truk
barang maupun mobil pribadi.
Grafik dibawah merupakan trafik kapal yang bersandar di Pelabuhan Panjang (pengamatan
dilakukan selama
seminggu dari tgl 24 agustus 2014 s.d 5 september 2014
Trafik di Pelabuhan Bakauheni didominasi oleh jenis kapal Penumpang
berjenis Roll on Roll off / RoRo, dengan intensitas kedatangan 82 (delapan puluh dua) kapal
perhari.
terdapat
24 (dua puluh empat) operator kapal domestic yang melayani penyeberangan
Bakauheni-Merak, berikut daftarnya:
Trafik
Penyeberangan kapal peBakauheni–Merak termasuk ke dalam golongan trafik padat
yang ada di Indonesia dengan Intensitas lebih dari 160 (seratus enam puluh
kapal ) per hari. Wilayah tersebut juga termasuk wilayah persimpangan antara
kapal-kapal penumpang dan kapal-kapal kargo ataupun tanker intercontinental.
Dibawah
ini kondisi trafik secara actual penyeberangan Bakauheni-Merak melalui pantauan
satelit Inmarsat:
Navigasi
Kapal (Mercusuar)
Lampung
memiliki 8 (delapan) mercusuar, di
sepanjang garis pantai dan pulau sekitarnya, berikut daftar mercusuar yang ada
di wilayah Lampung:
1.
Mercusuar Tanjung Cukuh Balimbing di Kab. Pesisir Barat
2.
Mercusuar Ujung Cukuh Batu Beragam di Kab. Pesisir
Barat
3.
Mercusuar Krui di Kab. Pesisir Barat
4.
Mercusuar Pulau Segama di Laut Jawa Kab. Lampung Timur
5.
Mercusuar Pulau Pisang di Kab. Pesisir Barat
6.
Mercusuar Serdang di teluk lampung Kab. Lampung Selatan
7.
Mercusuar Tanjung Tua di Lampung Selatan
8.
Mercusuar Ujung Walor di Kab. Pesisir Barat
Gambar di bawah ini mapping posisi mercusuar yang ada di wilayah Lampung
(tanda seru warna merah):
Sampai saat ini belum diketahui , apakah mercusuar tersebut ada yang
dilengkapi dengan peralatan radio Komunikasi maritime MF/HF/VHF atau bahkan
telah bahkan telah menjadi Stasiun Radio Pantai (SROP) / Coast Station.
Sistem Komunikasi Kelautan (SKK)
Menurut PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran , sarana telekomunikasi pelayaran terbagi atas:
a.
Stasiun radio Pantai
(coast station)
b.
Stasiun radio Kapal
(Vessel station)
Sedangkan
jenis telekomunikasi dalam pelayaran tediri atas:
1.
GMDSS (global maritime
distress and safety system)
2.
VTS (vessel traffic system)
3.
SRS (ship reporting system)
4.
LRIT (Long range
indentification and tracking of Ships)
Fungsi –fungsi dari jenis telekomunikasi pelayaran di atas adalah:
1.
GMDSS (global maritime
distress and safety system)
·
Alerting / pemberitahuan
tentang adanya bahaya
·
SAR / search and rescue
·
Tanda penentuan lokasi
kapal
·
Komunikasi antar anjungan
kapal
·
Komunikasi umum
2.
VTS (vessel traffic system)
·
Memonitor lalu lintas
pelayaran
·
Melakukan efisiensi dalam
navigasi
·
Pengamatan dan pendeteksian
jejak kapal dalam cakupan VTS
·
Pengaturan informasi umum
dan khusus
3.
SRS (ship reporting system)
·
Menyediakan informasi up to
date atas gerakan kapal
·
Meningkatkan interval waktu kontak dengan kapal
·
Menentukan lokasi dengan
cepat bila kapal dalam keadaan bahaya
·
Meningkatkan keamanan dan
keselaamtan
4.
Long range indentification
and tracking of Ships (LRIT)
·
Mendeteksi kapal secara
dini dan fungsi SAR
GMDSS (global maritime
distress and safety system)
GMDSS (global maritime distress and safety system)
merupakan konvensi internasional mengenai prosedur keselamatan, jenis perangkat
dan protocol Komunikasi dalam rangka meningkatkan keselamatan navigasi dan
kemudahan penyelamatan (SAR) dalam pelayaran, dan merupakan standar yang paling
banyak dipakai dalam dunia maritim:
1.
EPIRB (emergency
position indicating radio beacon)
Sebuah radio beacon beroperasi pada frekuensi transmit 406 MHz
dan 1.6 GHz yang dapat diterima oleh satelit COSPAS-SARSAT (satelit
internasional yang berfungsi sebagai sistem SAR) berisi sinyal data identifikasi
registrasi sebuah kapal dan koordinat posisi kapal secara akurat, bentuknya
seperti pelampung dapat mengapung diatas perairan.
2.
Navtex (Navigational
Telex)
Berfungsi untuk mengirim pesan data ke coast
station maupun antar vessel stasion melalui perantaraan satelit GEO Inmarsat
C untuk mengirim sinyal bahaya, radio navigasi, peringatan, informasi
keselamatan maritime seperti keadaan cuaca buruk, gelombang tinggi dan posisi
bongkahan es.
3.
Inmarsat receiver/
International Maritime Satellite receiver
Bila penggunaan radio HF tidak memungkinkan lagi dan berada di wilayah
cakupan satelit Inmarsat. Mempunyai bentuk yang sama dengan Navtex namun lebih ringan dan
portable serta menampilkan informasi yang tidak terdapat dalam Navtex.
4.
SART (search and
rescue transponder).
Radio transceiver yang dapat memancarkan
sinyak berupa rangkaian titik yang dapat ditangkap oleh radar kapal lain ketika
terjadi kecelakaan serta bisa digunakan untuk mendeteksi posisi kapal lain yang
menggunakan SART, radius jangkauan 8 Nm / 15 Km, beroperasi pada frekuensi 9
GHz.
5.
DSC (Digital
selective calling ).
Transceiver komunikasi radio yang
menggunakan band MF. HF dan VHF sebagai radio teleponi dan NBDP/ Narrow band direct printing sebagai radio telex. DSC merupakan perangkat radio
standar IMO yang dilengkapi dengan 9 digit MMSI (mobile maritime service
identity).
GMDSS untuk stasiun kapal (vessel station)
GMDSS untuk stasiun kapal (vessel station) terbagi menjadi 4 area, yaitu (acc. resolution A801, radio service for GMDSS,
England, 23 November 1995):
1.
Area A1
Radius 20 sd 30 Nautical Mile (37 - 55.5 km)
dari stasiun pantai
Berada dalam jangkauan VHF stasiun pantai
2.
Area A2
Berada diluar area A1 dengan radius 30 sd
150 Nm (277.8 km) dari stasiun pantai
Berada dalam jangkauan HF dan MF stasiun
pantai
1.
Area A3
Berada diluar area A1 dan A2 dalam jangkauan
satelit Inmarsat
Cakupan satelit GEO Inmarsat ; 70^ LU sd 70^
LS
2.
Area A4
Berada diluar area
A1, A2 dan A3
Daerah kutub
utara/selatan ; >70^ LU/LS
Dibawah ini peta radio service GMDSS Area A1 di masing-masing SROP untuk wilayah Indonesia
:
NB: tanda merah & pink untuk jangkauan Komunikasi pita VHF dari SROP
Dibawah ini peta radio service GMDSS Area A2 di masing-masing SROP untuk wilayah Indonesia
:
NB: tanda biru & ungu untuk jangkauan Komunikasi pita MF dari SROP
Adapun perangkat telekomunikasi per area yang wajib di miliki oleh setiap
kapal untuk fungsi GMDSS adalah:
1.
Pada area A1, kapal dapat
menggunakan EPIRB frekuensi 406 MHz
maupun VHF DSC EPIRB serta transceiver Komunikasi VHF mobile maritime 156 MHz
s.d 162 MHz.
2.
Pada area A2, kapal wajib
memiliki perangkat telekomunikasi tambahan
a.
Satu set transceiver MF pada frekuensi
2.1875 MHz dan HF pada frekuensi 8.4145 MHz menggunakan sistem DSC
b.
Satu set transceiver HF untuk distress DSC 4.2075 MHz, 6.3120
MHz, 12.5770 MHz dan 16.8045 MHz.
c.
Satu set transceiver MF pada frekuensi 2.182 MHz
menggunakan sistem radio teleponi
d.
Satu set EPIRB pada
frekuensi 406 MHz
e.
Satu set radio transceiver HF
/ MF yang beroperasi pada frekuensi 1.605 MHz s.d 27.5 MHz untuk Komunikasi radio maupun telegraph / NDBP
(Narrow band direct printing).
3.
Pada area A3, kapal harus
mempunyai
Semua perangkat pada area A1 dan A2 serta
Satu perangkat receiver satelit Inmarsat C.
4.
Pada area A4,
Semua perangkat pada area A1, A2 dan A3
GMDSS (global maritime distress and safety system)
untuk station radio pantai / SROP (coast station)
Persyaratan
dan standar peralatan Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) yang
digunakan oleh Stasiun Radio Pantai (SROP), wajib memiliki peralatan
telekomunikasi-pelayaran:
a. Radio VHF
DSC menggunakan perangkat radio VHF yang mampu melakukan komunikasi pada
frekuensi bahaya channel 16 (156,800 MHz) dan VHF DSC pada channel 70
(156,525 MHz) di pita frekuensi (band) 156 – 174 MHz. (sesuai artikel 52 dan
appendix 18);
b.
Radio MF DSC menggunakan perangkat radio MF DSC yang mampu melakukan
komunikasi pada frekuensi bahaya 2182 KHz dan DSC pada frekuensi 2187,5 KHz di
pita frekuensi (band) 1605 – 4000 KHz.(sesuai artikel 52 dan Appendix
25);
c.
Radio HF DSC menggunakan perangkat radio HF DSC yang mampu melakukan
komunikasi pada frekuensi bahaya 4125 KHz dan/atau 6215KHz dan/atau 8291 KHz
dan/atau 12290 KHz dan/atau 16240 KHz dan DSC pada frekuensi 4207,5 KHz
dan/atau 6312 KHz dan/atau 8414,5 KHz dan/atau 12577 KHz dan/atau 16804,5 KHz
di pita frekuensi (band) 4000 – 27500 KHz (sesuai artikel 52 dan Appendix
25);
d.
Media komunikasi meliputi radio link, dan/atau kabel, dan/atau
serat optik dan/atau nirkabel; dan
e. komunikasi
data internet dan saluran telepon
melalui jaringan Komunikasi umum.
Jumlah
Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia sesuai lampiran KM 30 sampai dengan
tahun 2011, telah terpasang Stasiun Radio Pantai GMDSS sebagai berikut :
·
66 SROP dengan Area A1
·
54 SROP dengan Area A2
·
12 SROP dengan Area A3
·
4 SROP transmit Maritime Savety
Information (MSI-NAVTEX)
Pita
frekuensi untuk keperluan Dinas Maritime (band MF, HF dan VHF) bila diringkas
seperti tabel dibawah ini:
Pita Frekuensi
|
Frekuensi
|
Aplikasi
|
MF
|
490 kHz, 518 kHz
|
MSI (Maritime Safety Information)
|
MF
|
2174.6 kHz
|
NBDP Marabahaya
|
MF
|
2182 kHz
|
Teleponi radio J3E marabahaya
|
MF
|
2187.5 kHz
|
DSC (Digital Selective Calling)
|
HF
|
4000 - 4438 kHz
|
DSC HF = 4207.5 kHz. Calling,
Distress, Safety = 4125/4417 kHz
|
HF
|
6200 – 6525 kHz
|
DSC HF = 6312.0 kHz. Calling,
Distress, Safety = 6215/6516 kHz
|
HF
|
8101 – 8815 kHz
|
DSC HF = 8414.5 kHz. Calling,
Distress, Safety = 8255/8779 kHz
|
HF
|
12230 – 13200 kHz
|
DSC HF = 12577.0 kHz. Calling,
Distress, Safety = 12290/13137 kHz
|
HF
|
16360 – 17410 kHz
|
DSC HF = 16804.5 kHz. Calling,
Distress, Safety = 16420/17302 kHz
|
HF
|
18780 – 19800 kHz
|
Calling, Distress, Safety = 18795/19770 kHz
|
HF
|
22000 – 22855 kHz
|
Calling, Distress, Safety = 22060/22756 kHz
|
HF
|
25070 – 26175 kHz
|
Calling, Distress, Safety = 25097/26172 kHz
|
VHF
|
156 – 162.05 MHz
|
DSC VHF Channel 70 (156.525 MHz)
|
Calling, Distress, Safety VHF Channel 16 (156.800 MHz)
|
||
Intership Navigation VHF Channel 13
(156.650 MHz)
|
Radio services GMDSS SROP Panjang wilayah Lampung
Dibawah ini peta radio service GMDSS Area A2 di masing-masing SROP untuk wilayah Indonesia
:
NB: tanda biru & ungu untuk jangkauan Komunikasi pita MF dari SROP
Gangguan Frekuensi Maritim yang biasa terjadi
- Adanya laporan gangguan pada frekuensi VHF amatir (144-148 MHz) yang diidentifikasikan berasal dari pengguna maritime.
- Adanya laporan gangguan pada frekuensi HF penerbangan yang diidentifikasikan berasal dari pengguna maritime.
- Adanya informasi tentang kapal yang selain membawa perangkat komunikasi untuk pita frekuensi maritim, juga membawa perangkat amatir, dan perangkat KRAP
- Temuan di lapangan penggunaan perangkat komunikasi radio VHF amatir untuk komunikasi pelayaran rakyat (nelayan) karena harga perangkatnya lebih murah dibanding perangkat radio maritim.
- Teridentifikasinya penggunaan perangkat beacon yang ternyata telah obsolete penggunaannya di internasional
Monitoring Frekuensi Maritim
Titik pemantauan frekuensi
maritime di wilayah Lampung terutama untuk pita VHF dan MF (berdasarkan pada
kepadatan trafik pelayaran dan letak pelabuhan)
Penjelasan:
Area Monitoring 1 daerah pelabuhan bakauheni Kab. Lampung
selatan
Area Monitoring 2 daerah pelabuhan panjang dan SROP Panjang Kota Bandar Lampung
Area Monitoring 3 daerah pelabuhan Kota Agung Kab. Tanggamus
Area Monitoring 4 daerah pelabuhan labuhan maringgai dan
kuala penet Kab. Lampung Timue
Area Monitoring 5 daerah pelabuhan krui Kab. Pesisir Barat
Untuk monitoring pita
HF tidak mengacu pada area monitoring di atas karena sifat propagasi ionosfer
nya, jadi untuk monitoring HF maritime bisa dilakukan di manapun juga.
Pusing diriku bud
BalasHapus